Istilah fi’il dalam bahasa Arab
mempunyai padanana yang hampir sama dengan salah satu istilah dalam bahasa
Indonesia yaitu “kata kerja”. Konsep fi’il dan kata kerja dalam bahasa
Indonesia terdapat beberapa perbedaan yang mendasar. Diantaranya, fi’il
mengandung makna utama (makna dasar) dan dua makna tambahan yaitu waktu dan
subjek.
Sedangkan kata kerja dalam bahasa Indonesia hanya mempunyai satu makna yaitu makna utama. Contoh: أَذْهَبُ kata tersebut bermakna “saya sedang pergi” dengan makna utama “pergi” dan makna tambahan subjek “saya” dan waktu “sedang”. Sedangkan dalam bahasa Indonsia kata “pergi” hanya bermakna utama dan tidak ditambah dengan makna lain seperti dalam bahasa Arab. Maka dari itu kita perlu terlebih dahulu mengetahui definisi dari istilah fi’il itu sendiri.
Sedangkan kata kerja dalam bahasa Indonesia hanya mempunyai satu makna yaitu makna utama. Contoh: أَذْهَبُ kata tersebut bermakna “saya sedang pergi” dengan makna utama “pergi” dan makna tambahan subjek “saya” dan waktu “sedang”. Sedangkan dalam bahasa Indonsia kata “pergi” hanya bermakna utama dan tidak ditambah dengan makna lain seperti dalam bahasa Arab. Maka dari itu kita perlu terlebih dahulu mengetahui definisi dari istilah fi’il itu sendiri.
Dalam beberapa buku disebutkan definisi
dari fi’il diantaranya sebagai berikut;
Buku An-Nahwu Al-Wadih Jilid 1
disebutkan bahwa fi’il adalah
كُلُّ
لَفْظٍ يَدُلُّ عَلَى حُصُوْلِ عَمَلٍ فِي زَمَنٍ خَاصٍ
“Semua kata yang menunjukkan makna tindakan
atau perilaku yang disertai dengan keterangan waktu”.
Sedangkan dalam buku Al-Qawaid Al
Asasiyah Lillughah Al Arabiyah disebutkan pengertian fi’il adalah
مَا
يَدُلُّ بِنَفْسِهِ عَلَى حَدَثٍ مُقْتَرَنٍ وَضْعًا بِأَحَدِ الأَزْمِنَةِ
الثَّلَاثَةِ، المَاضِي، وَالمُضَارِع، وَالأَمْر
“Kata yang menunjukkan makna sebuah
aktifitas/peristiwa yang disertai dengan salah satu keterangan waktu baik masa
lampau, sekarang maupun yang akan datang”
Dari beberapa definisi di atas bisa kita
simpulkan bahwa fi’il merupakan kata kerja yang disertai dengan salah
satu keterangan waktu antara masa lampau, sekarang maupun yang akan datang.
Contoh:
– ذَهَبَ )Dia telah pergi(
– يَذْهَبُ )Dia sedang pergi(
– اِذْهَبْ )Pergilah(
Fi’il ditinjau dari waktu dibagi menjadi tiga yaitu fi’il
madhi, mudlori’ dan Amar. Berikut penjelasan dan tanda-tanda setiap
bagiannya.
1. Fi’il Madhi (فِعْل المَاضِي)
Fi’il Madhi adalah kata yang merujuk pada suatu
aktifitas/kegiatan dengan disertai keterangan waktu masa lampau (kata kerja
masa lampau). Contoh: كَتَبَ(sudah
menulis), فَتَحَ (sudah membuka), رَجَعَ
(telah pulang). Adapun tanda-tanda fi’il madhi adalah sebagai berikut;
-
Diberikan imbuhan di akhir kata berupa huruf ta’
yang mengandung makna saya )تُ( , kamu laki-laki )تَ( , dan kamu perempuan (تِ(. Contoh دَرَسْتُ
(saya telah belajar), دَرَسْتَ (kamu laki-laki telah belajar),
دَرَسْتِ (kamu perempuan telah
belajar).
-
Adanya ta’ ta’nis as-sakinah )تْ( di akhir kata. Ta’ ta’nis as-sakinah merupakan huruf
ta’ yang ditambahkan di akhir fi’il sebagai tanda subjek orang
ketiga tunggal dengan identitas perempuan.
Contoh ذَهَبَتْ
فَاطِمَةُ إِلَى السُّوْقِ (Fatimah sudah pergi ke
pasar). Kata ذَهَبَتْ diakhiri dengan huruf ta’
bersukun yang merupakan ta’ taknis as-sakinah (ta’ bersukun
yang menunjukkan makna perempua).
2. Fi’il
Mudlori’ (فِعْل المُضَارِع)
Fi’il Mudlori’ adalah kata yang merujuk pada suatu
aktifitas/kegiatan dengan disertai keterangan waktu sekarang maupun yang akan
datang (kata kerja sekarang/yang akan datang). Contoh: يَكْتُبُ (dia sedang menulis), يَقْرَأُ (dia sedang membaca), سَيَكْتُبُ (dia akan menulis), سَيَقْرَاُ
(dia akan membaca). Adapaun tanda-tanda fi’il mudlori’ adalah sebagai
berikut;
-
Fi’il
yang didahului dengan ما النافية
kata maa yang berarti “tidak”. Contoh : مَا يَجْلِسُ مُحَمَّدٌ عَلَى الكُرْسِيِّ
(Muhammad tidak duduk di kursi).
-
Fi’il yang didahului dengan لَيْسَ النَّافِيَة
kata laisa yang maknanya “tidak/bukan”. Contoh : لَيْسَ حَسَنٌ يَذْهَبُ إِلَى المَدْرَسَةِ
(Hasan tidak sedang pergi ke sekolah).
-
Kalimat yang disisipi dengan kata الآن
yang artinya “sekarang”. Contoh : أُسَافِرُ الآنَ إِلَى جَاكَرْتَا (saya sekarang sedang pergi ke jakarta).
-
Fi’il yang didahului dengan kata سِيْنْ
dan سَوْفَ yang merupakan kata penanda
yang bermakna “akan”. Contoh : سَوْفَ تَنْدَمُ عَلَى كَسْلِكَ (kamu akan menyesali kemalasanmu).
-
Fi’il yang didahului dengan hurf nawasib “لَنْ”
yang artinya “tidak akan”. Contoh : لَنْ يَنْجَحَ الكَسْلَانُ (Orang malas tidak akan pernah berhasil).
-
Fi’il yang didahului dengan instrument kalimat taraji’(kalimat harapan) yaitu kata "لَعَلَّ" yang artinya “semoga”.
Contoh: لَعَلَّ
مُحَمَّدً يَنْجَحُ فِي الاِمْتِحَانِ (Semoga Muhammad berhasil dalam ujiannya).
3. Fi’il Amar (فِعْل الأمْر)
Fi’il Amar adalah kata yang merujuk pada sebuah permintaan untuk
melakukan suatu perbuatan setelah kata tersebut diucapkan atau mudahnya kita
sebut dengan “kata perintah”. Contoh : اِسْمَعْ (dengarkanlah), اِفْتَحْ (bukalah), اِقْرَأْ
(bacalah).
Adapaun tanda-tanda untuk mengenali fi’il Amar
adalah sebagai berikut;
-
Bisa ditambahkan dengan ya’ mukhotobah (huruf ya’
sebagai penanda orang kedua perempuan) pada akhir fi’il Amar. Contoh : يَا فَاطِمَة، اِحْفَظِي هَذِهِ الأَيَةِ! (hai Fatimah, hafalkan ayat ini !). Kata اِحْفَظِي
merupakan perintah yang ditujukan kepada orang kedua perempuan (kamu pr).
-
Bisa ditambahkan dengan nun taukid (huruf nun yang memliki
fungsi penekanan dan penyangatan, yang bisa diartikan dengan “sungguh”) di akhir fi’il amar. Contoh: اِقْرَأَنَّ
(sungguh bacalah!), اُكْتُبَنَّ (Sungguh tulislah!), اِفْتَحَنَّ
(sungguh bukalah!). Pada beberapa contoh yang disebutkan mengalami penambahan
akhiran nun taukid )نَّ) pada fi’il amar sebagai bentuk
penguatan dan penyangatan pada perintah tersebut. Penambahan nun taukid
tersebut menjadi tanda bahwa kata tersebut termasuk kategori fi’il amar.
No comments:
Post a Comment